Sabtu, 24 Januari 2015


Globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia (Selo Soemardjan:1982). Dalam film “Indonesia di Mata Barat” ini menggambarkan globalisasi yang tengah terjadi di Indonesia. Salah satu ciri penting globalisasi, sebagaimana sering disuarakan oleh kaum globalis adalah bahwa dunia dan pasar-pasar kini terintegrasi dan terkoneksi satu sama lain dalam lingkungan global yang tanpa batas. Sebagai sebuah fenomena sosial, ekonomi, dan politik dewasa ini, globalisasi membawa hal-hal positif tetapi juga negatif. Dengan perkataan lain, globalisasi adalah peluang sekaligus ancaman (Budi Winarno: eBook).
Film “Indonesia di Mata Barat” karya John Pilger ini, menceritakan tentang kapitalis-kapitalis dari Amerika dan Bangsa Barat yang memiliki industri di Indonesia. Diceritakan bahwa para kapitalis ini, begitu kejamnya dalam melakukan eksploitasi dan dehumanisani terhadap para pekerjanya. Upah yang rendah serta jam kerja yang melebihi batas telah menjadi makanan sehari-hari bagi kaum pekerja yang bekerja di Industri asing tersebut. Pekerja yang mengalami eksploitasi tersebut tidak dapat menyuarakan aspirasi mereka karena mereka diancam akan tidak dipekerjakan bila melakukan hal tersebut. Rendahnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia tentu menjadi salah satu faktor penyebab masalah ini. Hasilnya banyak dari penduduk rela bekerja apa saja hanya untuk mendapatkan uang agar bisa mencukupi kehidupannya sehari-hari. Hal ini pun dimanfaatkan oleh negara-negara kapitalis untuk membuka pabrik-pabrik besar di Indonesia. Negara kapitalis tersebut mendapatkan keuntungan karena mereka mendapatkan tenaga kerja dengan jumlah besar tanpa harus mengeluarkan uang banyak untuk mengurusi kesejahteraan para pekerja.
 Globalisasi yang digadang-gadang akan memajukan ekonomi negara dan akan memberikan manfaat yang baik masyarakat kecil serta akan memberikan pemerataan dalam hal ekonomi ternyata malah memberikan penderitaan bagi negara-negara berkembang yang menjadi sarang kapitalis tersebut. Globalisasi dikampanyekan untuk menjanjikan pertumbuhan ekonomi secara global dan akan mendatangkan kemakmuran global bagi semua. Akan tetapi kenyataannya, globalisasi hanya kelanjutan dari kolonialisme, penjajahan dan dominasi, bungkus baru dari imprelialisme. Yang terjadi adalah si kaya akan semakin kaya dan si miskin akan semakin miskin. Di film ini diceritakan bahwa ternyata kaum kapitalis malah menjadikan cepatnya arus globalisasi ini sebagai ajang eksploitasi untuk negara berkembang yang dikuasainya.
John Pilger mengungkapkan fakta tentang penderitaan masyarakat terutama kaum pekerja dan berusaha mengkaitkannya dengan adanya aliansi kapitalis internasional yaitu MNC (Multi National Corporate) dan kekejaman pada rezim orde baru Soeharto. Ketimpangan benar-benar terlihat jelas digambarkan dari film ini. Pada bagian awal ditampilkan sebuah tayangan tentang sepasang kekasih dari golongan bangsawan yang dipertemukan dan sedang menjalani resepsi pernikahan yang megah. Dijelaskan dalam film, terlalu mahalnya biaya pernikahan sepasang bangsawan ini, seorang pelayan yang melayani para tamu pada resepsi itu membutuhkan waktu 400 tahun untuk bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan yang sama. Menurut Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Eka Viora, mengatakan pada tahun 2014 umur harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata akan mencapai 72 tahun (Tempo:2013). Jika  berdasarkan rata-rata umur penduduk Indonesia tadi, empat generasi dari pelayan itu pun tidak sanggup untuk mengumpulkan uang untuk menyelenggarakan pesta yang serupa. Sementara tidak jauh dari tempat pernikahan tersebut terdapat suatu perkampungan kumuh yang sebagian warganya ada yang bekerja di pabrik-pabrik kapitalis global yang membuat barang seperti Nike, Adidas, Reebok dan GAP. Warga tersebut banyak yang tidak terpenuhi hak untuk kesehatan dan pendidikannya. Jelas sekali, bahwa dengan adanya globalisasi, kaum elit yang ada di Indonesia akan semakin menumpuk kekayaan mereka. Sedangkan kaum yang miskin akan semakin miskin.
Kesenjangan ekonomi yang mencolok itu bisa terjadi, salah satunya dikarenakan adanya arus globalisasi yang memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang bebas dan tanpa pandang bulu akan melibas siapa saja yang tidak memiliki modal baik berupa kapital maupun alat produksi. Kaum Elit dengan kemampuan kapital yang kuat akan menanamkan modalnya pada corporate asing yang masuk ke Indonesia. Imbasnya para rakyat kecil yang tidak memiliki modal kapital mapun alat produksi akan menjadi semakin terasing dan mau tidak mau harus bekerja pada industri yang membayar pekerjanya dengan harga murah. Hal seperti ini membuat kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) semakin susah untuk ditingkatkan.
Kenapa buruh tidak ada pilihan lain untuk bekerja dilain sektor selain di sektor industri yang meng-eksploitasi mereka? Seorang pimpinan organisasi dan tahanan politik bernama Dita Sari mengutarakan fakta pada film ini bahwa pemerintah pun tidak bisa menanggulangi permasalah pengangguran yang ada di Indonesia, pemerintah hanya mengeluh dan kode etik pekerja pun tidak akan pernah berlaku di Indonesia. Penyebab lain dari eksploitasi terhadap buruh ini salah satunya juga karena masih kurangnya perlindungan buruh dari pemerintah. Orang-orang yang menyuarakan hak kaum buruh seperti Dita Sari di penjara. Organisasi buruh masih lemah, aparat yang berwenang pun masih mempersulit proses yang merugikan buruh membuat para kapitalis semakin mudah untuk berbuat sewenang-wenang kepada para buruh. Akibatnya orang yang sudah miskin semakin miskin , pengangguran semakin banyak muncul, tak ada perlindungan hukum dan ini membuat pekerja tidak akan pernah bisa menolak untuk bekerja walaupun dengan upah yang rendah. Hal ini sesuai dengan Teori Depensi Klasik yang dipaparkan oleh Andre Gunder Frunk, yang menyatakan bahwa kapitalisme global akan membuat ketergantungan masa lalu dan sekarang. Terlebih bagi negara yang tidak maju dan berkembang akan sangat tergantung dengan negara maju. Asumsi dasar teori ketergantungan ini menganggap ketergantungan sebagai gejala yang sangat umum ditemui pada negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih sebagai masalah ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau industri dan negara ketiga),dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan atau tak akan pernah melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk negara dengan kondisi teknologi dan ekonomi yang rendah diukur dari sistem kapitalis (Budi Winarno).
Indonesia sebagai sebuah negara yang digolongkan ke negara berkembang memiliki sistem pembangunan yang bisa dikatakan berubah-ubah namun tidak bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi. Perubahan pucuk pimpinan menjadi faktor perubahan sistem yang dianut. Pemikiran seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap sesuatu yang ia pimpin. Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah manusia-manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson & Crainer, 1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan. Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas public (http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/12217835.pdf).
Pada awal kemerdekaan, di bawah pimpinan Soekarno, sistem yang dianut adalah sistem pembangunan yang berdikari. Berdikari yang dimaksud adalah Indonesia tidak boleh terlalu bergantung dengan negara lain, apalagi dengan negara maju seperti Amerika Serikat atau Uni Soviet. Saat itu, Soekarno menolak untuk berkompromi dengan negara luar. Sepertinya Soekarno pada masanya memiliki keyakinan yang kuat dengan kemampuan untuk membangun Indonesia. Setelah Soekarno digantikan oleh Soeharto, ada pergeseran, yang awalnya anti terhadap dunia luar berubah menjadi sangat pro. Ini diperlihatkan dengan membuka peluang bagi asing untuk berinvestasi menanamkan modal di Indonesia. Di era orde baru ini menitik beratkan pada pembangunan.
Sedangkan setelah era reformasi, banyak hal yang berubah. Indonesia sepertinya semakin membuka diri dengan dunia luar. Banyak persekutuan diikuti oleh Indonesia, mulai dari PBB, APEC, ASEAN dan lain sebagainnya. Ini dimaksud sebagai jalan untuk membuka kerjasama antara Indonesia dengan negara lain. Memang di era globalisasi seperti sekarang ini Indonesia harus mengikuti trend. Trend untuk berkerjasama dengan dunia internasional. Menurut Fernando Henrigue Cardoso dalam Teori Depensi Modern, menyatakan bahwa antara negara yang satu dengan lainnya perlu kerjasama dengan melihat karakteristik histori dari daerah tersebut.
Sebenarnya pembangunan nasional Indonesia itu merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945. Seluruh pembangunan yang dilaksanakan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila dalam Pancasila. Jadi inti dari pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan nasional. Namun, dibalik manisnya tujuan pembangunan nasional Indonesia yang telah di buat, realitanya berkata lain. Penindasan bagi rakyat miskin masing sangat terasa dan begitu kejamnya kaum kapitalis di Indonesia.
Fakta lain yang dipaparkan dari film ini yang menyatakan kejamnya kaum kapitalis adalah dimana John Pilger membeli celana tinju di sebuah outlet GAP di London dengan harga 112 ribu rupiah. Dia mengungkapkan kalau celana itu diproduksi di Indonesia dan buruh yang di Indonesia hanya mendapatkan 500 rupiah saja dari hasil satu celana. Begitu juga dengan sepatu yang dihargai 1,4 juta tetapi para buruh yang membuat hanya mendapat 5000 rupiah saja. John mengatakan gaji upah mereka untuk membeli tali sepatu tersebut pun tidak akan cukup.
Pada bagian pertengahan dari film ini diungkapkan bagaimana organisasi seperti World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF), dan World Bank dengan licik memanfaatkan globalisasi untuk memasuki negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia agar bisa mengintervensi kebijakan negara tersebut dan memuluskan kepentingan untuk menguasai dunia ketiga. WTO , IMF dan World Bank berhasil masuk ke Indonesia tidak lain dan tidak bukan adalah andil besar dari Soeharto yang memiliki kekuasaan pada masa-masa itu. Tragedi kemanusiaan yang sangat biadab, terjadi pada masa sebelum Soeharto mulai menjabat sebagai presiden pada saat itu. Pembantaian lebih dari satu juta orang yang di klaim sebagai seorang komunis terjadi. Tidak pandang bulu, semua orang dari kalangan komunis pada saat itu dibantai tanpa pandang bulu.
Hal ini ternyata mendapatkan apresiasi yang besar dari bangsa Indonesia dan membuat Soeharto naik ke kursi presiden menggantikan seorang nasionalis bernama Soekarno yang menginginkan kemandirian ekonomi bagi negaranya. Ini lah permulaan dimana organisasi organisasi seperti WTO, IMF dan World Bank mulai masuk dan mengacak-acak Indonesia. Mereka berhasil menjebak Indonesia dengan memberikan pinjaman dengan tujuan untuk pembangunan. Tapi dijelaskan pada oleh John melalui film ini bahwa sebagian besar pinjaman tersebut tidak digunakan untuk melakukan pembangunan pada level nasional tapi malah masuk ke kantong Soeharto dan antek-anteknya. Kalau begitu logika sederhananya kalau pinjam haruslah dikembalikan lagi. Lalu siapa yang mengembalikan ? Ya rakyat sekarang yang menanggung akibatnya. Mau menuntut siapa ? Rakyat tidak berdaya , mau tidak mau harus menerima hal itu.
Globalisasi memang menimbulkan banyak implikasi baik positif maupun negatif. Tapi jelas pada film ini, John Pilger memunculkan lagi wacana-wacana tentang buruknya globalisasi yang terjadi di Indonesia. Mulai dari pekerja yang sangat dieksploitasi, tidak dimanusiakan, sampai dengan organisasi-organisasi global seperti IMF, WTO, World Bank yang sebenarnya malah mencekik negeri ini untuk terus menggelontorkan uangnya. Kesenjangan juga terlihat jelas disini, dimana yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini merupakan suatu jalan untuk membuat kesenjangan yang semakin jauh dan akan semakin akan mempersulit terjadinya integrasi sosial karena adanya perbedaan strata dan juga kepentingan yang terlau jauh antara rakyat kecil yang miskin dengan elit yang semakin kenyang akan kapital.
Film dokumenter John Pilger, membuat mata saya terbuka tentang apa itu makna globalisasi yang sebenarnya dan apakah implementasinya di Indonesia sudah benar-benar maksimal?. Menurut saya, Indonesia benar-benar masih sangat bergantung dengan negara maju, salah satu buktinya banyaknya barang-barang yang diimpor dari luar negri. Menurut Theotonio Dos Santos dalam teori ketergantungannya adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara – negara tertentu yaitu negara dunia ketiga dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara – negara lain yaitu negara maju. Negara-negara dunia ketiga hanya akan berperan sebagai penerima dari akibat dan negara maju akan menikmati limpahan kapital yang terus menerus mengalir. Negara dunia ketiga ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, bukan malah maju mengikuti alur dan perkembangan pembangunan dunia maju namun malah akan menjadi terbelakang dan tereksploitasi. Mengapa ? Karena negara-negara dunia ketiga yang prakapitalis memiliki karakter dan dinamika tersendiri sehingga bila disentuh oleh negara maju belum tentu akan akan maju justru perkembangannya akan terhambat.
Dos Santos menguraikan 3 bentuk ketergantungan:
1.         Ketergantungan Kolonial
Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif.
2.         Ketergantungan Finansial-Industrial
Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikuasai oleh negara-negara pusat. Ekspor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
3.         Ketergantungan Teknologis-Industrial
Bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.
Walaupun demikian Dos Santos sendiri mengutarkan bahwa teknologi dan paten sebenarnya itu masih dikuasai oleh negara maju. Jika demikian maka struktur produksi pada proses indistrialisasi di dunia ketiga adalah :
1.         Upah yang dibayarkan kepada buruh rendah sehingga daya beli buruh rendah.
2.         Teknologi padat modal memunculkan industri modern, sehingga: menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada. Menciptakan lapangan kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya keuntungan ke luar negeri membuat ketiadaan modal untuk membentuk industri nasional sendiri.
Jika fakta yang ada dilapangan adalah seperti itu maka sebenarnya sistem ekonomi kapitalisme bukan merupakan solusi yang tepat jika diterapkan di negara dunia ketiga seperti Indonesia. Indonesia harusnya bisa berdiri mandiri tanpa bantuan dari luar negri, supaya bisa terlepas dari ketergantungan itu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim .Kepemimpinan. Diunduh dari :

Budi Winarno. Globalisasi: Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia.
Di unduh dari :

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik.  Erlangga: Jakarta. Di unduh dari:
http://books.google.co.id/books?id=E8sPDpge5I0C&pg=PA86
dq=Theotonio+Dos+Santos&hl=id&sa=X&ei=wo1RVKXTI8qB8
Xs5oHAAg&ved=0CBwQ6AEwAA#v=onepage&q=Theotonio%
0Dos%20Santos&f=false

Soemardjan, Selo. (1982). Perubahan Sosial di Yogyakarta.
Yogyakarta: Gadja Mada University Press

TEMPO.CO. KAMIS, 30 OKTOBER 2014 | 06:27 WIB.
POLITIK. Diunduh dari :

Slamet Widodo. 2011. Ketergantungan dan Keterbelakangan. Diunduh

White, Hudgson & Crainer, 1997 dalam ANALISIS KEPEMIMPINAN
PUBLIK DI INDONESIA. Ari Subowo. Diunduh dari :
alisis-Kepemimpinan.pdf

0 komentar:

Posting Komentar