Globalisasi
adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar
masyarakat di seluruh dunia (Selo Soemardjan:1982). Dalam film “Indonesia di Mata
Barat” ini menggambarkan globalisasi yang tengah terjadi di Indonesia. Salah
satu ciri penting globalisasi, sebagaimana sering disuarakan oleh kaum globalis
adalah bahwa dunia dan pasar-pasar kini terintegrasi dan terkoneksi satu sama
lain dalam lingkungan global yang tanpa batas. Sebagai sebuah fenomena sosial,
ekonomi, dan politik dewasa ini, globalisasi membawa hal-hal positif tetapi
juga negatif. Dengan perkataan lain, globalisasi adalah peluang sekaligus
ancaman (Budi Winarno: eBook).
Film
“Indonesia di Mata Barat” karya John Pilger ini, menceritakan tentang
kapitalis-kapitalis dari Amerika dan Bangsa Barat yang memiliki industri di Indonesia.
Diceritakan bahwa para kapitalis ini, begitu kejamnya dalam melakukan
eksploitasi dan dehumanisani terhadap para pekerjanya. Upah yang rendah serta
jam kerja yang melebihi batas telah menjadi makanan sehari-hari bagi kaum
pekerja yang bekerja di Industri asing tersebut. Pekerja yang mengalami
eksploitasi tersebut tidak dapat menyuarakan aspirasi mereka karena mereka
diancam akan tidak dipekerjakan bila melakukan hal tersebut. Rendahnya lapangan
pekerjaan yang ada di Indonesia tentu menjadi salah satu faktor penyebab
masalah ini. Hasilnya banyak dari penduduk rela bekerja apa saja hanya untuk
mendapatkan uang agar bisa mencukupi kehidupannya sehari-hari. Hal ini pun
dimanfaatkan oleh negara-negara kapitalis untuk membuka pabrik-pabrik besar di
Indonesia. Negara kapitalis tersebut mendapatkan keuntungan karena mereka
mendapatkan tenaga kerja dengan jumlah besar tanpa harus mengeluarkan uang
banyak untuk mengurusi kesejahteraan para pekerja.
Globalisasi yang digadang-gadang akan
memajukan ekonomi negara dan akan memberikan manfaat yang baik masyarakat kecil
serta akan memberikan pemerataan dalam hal ekonomi ternyata malah memberikan
penderitaan bagi negara-negara berkembang yang menjadi sarang kapitalis
tersebut. Globalisasi dikampanyekan untuk menjanjikan pertumbuhan ekonomi
secara global dan akan mendatangkan kemakmuran global bagi semua. Akan tetapi
kenyataannya, globalisasi hanya kelanjutan dari kolonialisme, penjajahan dan
dominasi, bungkus baru dari imprelialisme. Yang terjadi adalah si kaya akan
semakin kaya dan si miskin akan semakin miskin. Di film ini diceritakan bahwa
ternyata kaum kapitalis malah menjadikan cepatnya arus globalisasi ini sebagai
ajang eksploitasi untuk negara berkembang yang dikuasainya.
John
Pilger mengungkapkan fakta tentang penderitaan masyarakat terutama kaum pekerja
dan berusaha mengkaitkannya dengan adanya aliansi kapitalis internasional yaitu
MNC (Multi National Corporate) dan kekejaman pada rezim orde baru Soeharto.
Ketimpangan benar-benar terlihat jelas digambarkan dari film ini. Pada bagian
awal ditampilkan sebuah tayangan tentang sepasang kekasih dari golongan
bangsawan yang dipertemukan dan sedang menjalani resepsi pernikahan yang megah.
Dijelaskan dalam film, terlalu mahalnya biaya pernikahan sepasang bangsawan
ini, seorang pelayan yang melayani para tamu pada resepsi itu membutuhkan waktu
400 tahun untuk bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan yang sama. Menurut Direktur
Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Eka Viora, mengatakan pada tahun
2014 umur harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata akan mencapai 72 tahun
(Tempo:2013). Jika berdasarkan rata-rata
umur penduduk Indonesia tadi, empat generasi dari pelayan itu pun tidak sanggup
untuk mengumpulkan uang untuk menyelenggarakan pesta yang serupa. Sementara
tidak jauh dari tempat pernikahan tersebut terdapat suatu perkampungan kumuh
yang sebagian warganya ada yang bekerja di pabrik-pabrik kapitalis global yang
membuat barang seperti Nike, Adidas, Reebok dan GAP. Warga tersebut banyak yang
tidak terpenuhi hak untuk kesehatan dan pendidikannya. Jelas sekali, bahwa dengan
adanya globalisasi, kaum elit yang ada di Indonesia akan semakin menumpuk
kekayaan mereka. Sedangkan kaum yang miskin akan semakin miskin.
Kesenjangan
ekonomi yang mencolok itu bisa terjadi, salah satunya dikarenakan adanya arus
globalisasi yang memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang bebas dan tanpa pandang
bulu akan melibas siapa saja yang tidak memiliki modal baik berupa kapital
maupun alat produksi. Kaum Elit dengan kemampuan kapital yang kuat akan
menanamkan modalnya pada corporate asing yang masuk ke Indonesia. Imbasnya para
rakyat kecil yang tidak memiliki modal kapital mapun alat produksi akan menjadi
semakin terasing dan mau tidak mau harus bekerja pada industri yang membayar
pekerjanya dengan harga murah. Hal seperti ini membuat kualitas SDM (Sumber
Daya Manusia) semakin susah untuk ditingkatkan.
Kenapa
buruh tidak ada pilihan lain untuk bekerja dilain sektor selain di sektor
industri yang meng-eksploitasi mereka? Seorang pimpinan organisasi dan tahanan
politik bernama Dita Sari mengutarakan fakta pada film ini bahwa pemerintah pun
tidak bisa menanggulangi permasalah pengangguran yang ada di Indonesia,
pemerintah hanya mengeluh dan kode etik pekerja pun tidak akan pernah berlaku
di Indonesia. Penyebab lain dari eksploitasi terhadap buruh ini salah satunya
juga karena masih kurangnya perlindungan buruh dari pemerintah. Orang-orang
yang menyuarakan hak kaum buruh seperti Dita Sari di penjara. Organisasi buruh masih
lemah, aparat yang berwenang pun masih mempersulit proses yang merugikan buruh
membuat para kapitalis semakin mudah untuk berbuat sewenang-wenang kepada para
buruh. Akibatnya orang yang sudah miskin semakin miskin , pengangguran semakin
banyak muncul, tak ada perlindungan hukum dan ini membuat pekerja tidak akan
pernah bisa menolak untuk bekerja walaupun dengan upah yang rendah. Hal ini sesuai
dengan Teori Depensi Klasik yang dipaparkan oleh Andre Gunder Frunk, yang
menyatakan bahwa kapitalisme global akan membuat ketergantungan masa lalu dan
sekarang. Terlebih bagi negara yang tidak maju dan berkembang akan sangat
tergantung dengan negara maju. Asumsi dasar teori ketergantungan ini
menganggap ketergantungan sebagai gejala yang sangat umum ditemui pada
negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih sebagai masalah
ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau
industri dan negara ketiga),dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan
atau tak akan pernah melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk
negara dengan kondisi teknologi dan ekonomi yang rendah diukur dari sistem
kapitalis (Budi Winarno).
Indonesia
sebagai sebuah negara yang digolongkan ke negara berkembang memiliki sistem
pembangunan yang bisa dikatakan berubah-ubah namun tidak bertentangan dengan
dasar negara dan konstitusi. Perubahan pucuk pimpinan menjadi faktor perubahan
sistem yang dianut. Pemikiran seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap
sesuatu yang ia pimpin. Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah
manusia-manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala
sesuatu (White, Hudgson & Crainer, 1997). Para pemimpin juga merupakan
manusia-manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi
merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai.
Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah perjalanan
suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat
kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin,
suatu organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam
sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan dinamika organisasi sedikit
banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi.
Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil
orang-orang istimewa yang tampil kedepan. Orang-orang ini adalah perintis,
pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok orang-orang
istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh karenanya kepemimpinan seorang
merupakan kunci dari manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak
hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan
organisasi, mereka juga bertanggungjawab terhadap masalah-masalah internal
organisasi termasuk didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan
pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki
tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas public (http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/12217835.pdf).
Pada
awal kemerdekaan, di bawah pimpinan Soekarno, sistem yang dianut adalah sistem
pembangunan yang berdikari. Berdikari yang dimaksud adalah Indonesia tidak
boleh terlalu bergantung dengan negara lain, apalagi dengan negara maju seperti
Amerika Serikat atau Uni Soviet. Saat itu, Soekarno menolak untuk berkompromi
dengan negara luar. Sepertinya Soekarno pada masanya memiliki keyakinan yang
kuat dengan kemampuan untuk membangun Indonesia. Setelah Soekarno digantikan
oleh Soeharto, ada pergeseran, yang awalnya anti terhadap dunia luar berubah
menjadi sangat pro. Ini diperlihatkan dengan membuka peluang bagi asing untuk
berinvestasi menanamkan modal di Indonesia. Di era orde baru ini menitik
beratkan pada pembangunan.
Sedangkan
setelah era reformasi, banyak hal yang berubah. Indonesia sepertinya semakin
membuka diri dengan dunia luar. Banyak persekutuan diikuti oleh Indonesia,
mulai dari PBB, APEC, ASEAN dan lain sebagainnya. Ini dimaksud sebagai jalan
untuk membuka kerjasama antara Indonesia dengan negara lain. Memang di era
globalisasi seperti sekarang ini Indonesia harus mengikuti trend. Trend untuk
berkerjasama dengan dunia internasional. Menurut Fernando Henrigue Cardoso
dalam Teori Depensi Modern, menyatakan bahwa antara negara yang satu dengan
lainnya perlu kerjasama dengan melihat karakteristik histori dari daerah
tersebut.
Sebenarnya
pembangunan nasional Indonesia itu merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
untuk mewujudkan tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945. Seluruh
pembangunan yang dilaksanakan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila dalam
Pancasila. Jadi inti dari pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya, dengan Pancasila
sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan nasional. Namun, dibalik manisnya
tujuan pembangunan nasional Indonesia yang telah di buat, realitanya berkata
lain. Penindasan bagi rakyat miskin masing sangat terasa dan begitu kejamnya
kaum kapitalis di Indonesia.
Fakta
lain yang dipaparkan dari film ini yang menyatakan kejamnya kaum kapitalis
adalah dimana John Pilger membeli celana tinju di sebuah outlet GAP di London
dengan harga 112 ribu rupiah. Dia mengungkapkan kalau celana itu diproduksi di
Indonesia dan buruh yang di Indonesia hanya mendapatkan 500 rupiah saja dari
hasil satu celana. Begitu juga dengan sepatu yang dihargai 1,4 juta tetapi para
buruh yang membuat hanya mendapat 5000 rupiah saja. John mengatakan gaji upah
mereka untuk membeli tali sepatu tersebut pun tidak akan cukup.
Pada
bagian pertengahan dari film ini diungkapkan bagaimana organisasi seperti World
Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF), dan World Bank
dengan licik memanfaatkan globalisasi untuk memasuki negara-negara dunia ketiga
seperti Indonesia agar bisa mengintervensi kebijakan negara tersebut dan
memuluskan kepentingan untuk menguasai dunia ketiga. WTO , IMF dan World Bank
berhasil masuk ke Indonesia tidak lain dan tidak bukan adalah andil besar dari
Soeharto yang memiliki kekuasaan pada masa-masa itu. Tragedi kemanusiaan yang
sangat biadab, terjadi pada masa sebelum Soeharto mulai menjabat sebagai
presiden pada saat itu. Pembantaian lebih dari satu juta orang yang di klaim
sebagai seorang komunis terjadi. Tidak pandang bulu, semua orang dari kalangan
komunis pada saat itu dibantai tanpa pandang bulu.
Hal
ini ternyata mendapatkan apresiasi yang besar dari bangsa Indonesia dan membuat
Soeharto naik ke kursi presiden menggantikan seorang nasionalis bernama Soekarno
yang menginginkan kemandirian ekonomi bagi negaranya. Ini lah permulaan dimana
organisasi organisasi seperti WTO, IMF dan World Bank mulai masuk dan mengacak-acak
Indonesia. Mereka berhasil menjebak Indonesia dengan memberikan pinjaman dengan
tujuan untuk pembangunan. Tapi dijelaskan pada oleh John melalui film ini bahwa
sebagian besar pinjaman tersebut tidak digunakan untuk melakukan pembangunan
pada level nasional tapi malah masuk ke kantong Soeharto dan antek-anteknya.
Kalau begitu logika sederhananya kalau pinjam haruslah dikembalikan lagi. Lalu
siapa yang mengembalikan ? Ya rakyat sekarang yang menanggung akibatnya. Mau
menuntut siapa ? Rakyat tidak berdaya , mau tidak mau harus menerima hal itu.
Globalisasi
memang menimbulkan banyak implikasi baik positif maupun negatif. Tapi jelas
pada film ini, John Pilger memunculkan lagi wacana-wacana tentang buruknya
globalisasi yang terjadi di Indonesia. Mulai dari pekerja yang sangat
dieksploitasi, tidak dimanusiakan, sampai dengan organisasi-organisasi global
seperti IMF, WTO, World Bank yang sebenarnya malah mencekik negeri ini untuk
terus menggelontorkan uangnya. Kesenjangan juga terlihat jelas disini, dimana
yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini
merupakan suatu jalan untuk membuat kesenjangan yang semakin jauh dan akan
semakin akan mempersulit terjadinya integrasi sosial karena adanya perbedaan
strata dan juga kepentingan yang terlau jauh antara rakyat kecil yang miskin
dengan elit yang semakin kenyang akan kapital.
Film
dokumenter John Pilger, membuat mata saya terbuka tentang apa itu makna
globalisasi yang sebenarnya dan apakah implementasinya di Indonesia sudah
benar-benar maksimal?. Menurut saya, Indonesia benar-benar masih sangat
bergantung dengan negara maju, salah satu buktinya banyaknya barang-barang yang
diimpor dari luar negri. Menurut Theotonio Dos Santos dalam teori
ketergantungannya adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara – negara
tertentu yaitu negara dunia ketiga dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi
dari kehidupan ekonomi negara – negara lain yaitu negara maju. Negara-negara
dunia ketiga hanya akan berperan sebagai penerima dari akibat dan negara maju
akan menikmati limpahan kapital yang terus menerus mengalir. Negara dunia
ketiga ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, bukan malah maju mengikuti
alur dan perkembangan pembangunan dunia maju namun malah akan menjadi
terbelakang dan tereksploitasi. Mengapa ? Karena negara-negara dunia ketiga
yang prakapitalis memiliki karakter dan dinamika tersendiri sehingga bila
disentuh oleh negara maju belum tentu akan akan maju justru perkembangannya
akan terhambat.
Dos
Santos menguraikan 3 bentuk ketergantungan:
1. Ketergantungan Kolonial
Terjadi
penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonominya adalah
ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – penduduk
sekitar bersifat eksploitatif.
2. Ketergantungan Finansial-Industrial
Negara
pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikuasai oleh
negara-negara pusat. Ekspor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara
pusat. Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama
dengan pengusaha lokal.
3. Ketergantungan Teknologis-Industrial
Bentuk
ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa
ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusahaan multinasional mulai
menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara
pinggiran.
Walaupun
demikian Dos Santos sendiri mengutarkan bahwa teknologi dan paten sebenarnya
itu masih dikuasai oleh negara maju. Jika demikian maka struktur produksi pada
proses indistrialisasi di dunia ketiga adalah :
1. Upah yang dibayarkan kepada buruh
rendah sehingga daya beli buruh rendah.
2. Teknologi padat modal memunculkan
industri modern, sehingga: menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada.
Menciptakan lapangan kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya
keuntungan ke luar negeri membuat ketiadaan modal untuk membentuk industri
nasional sendiri.
Jika
fakta yang ada dilapangan adalah seperti itu maka sebenarnya sistem ekonomi
kapitalisme bukan merupakan solusi yang tepat jika diterapkan di negara dunia
ketiga seperti Indonesia. Indonesia harusnya bisa berdiri mandiri tanpa bantuan
dari luar negri, supaya bisa terlepas dari ketergantungan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim .Kepemimpinan. Diunduh dari :
Budi Winarno. Globalisasi: Peluang Atau Ancaman Bagi
Indonesia.
Di unduh dari :
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Erlangga: Jakarta. Di unduh dari:
http://books.google.co.id/books?id=E8sPDpge5I0C&pg=PA86
dq=Theotonio+Dos+Santos&hl=id&sa=X&ei=wo1RVKXTI8qB8
Xs5oHAAg&ved=0CBwQ6AEwAA#v=onepage&q=Theotonio%
0Dos%20Santos&f=false
Soemardjan, Selo.
(1982). Perubahan Sosial di Yogyakarta.
Yogyakarta: Gadja Mada
University Press
TEMPO.CO. KAMIS, 30
OKTOBER 2014 | 06:27 WIB.
POLITIK. Diunduh dari :
Slamet Widodo. 2011. Ketergantungan dan Keterbelakangan.
Diunduh
White, Hudgson & Crainer,
1997 dalam ANALISIS KEPEMIMPINAN
PUBLIK DI INDONESIA. Ari Subowo. Diunduh dari :
alisis-Kepemimpinan.pdf